Apa yang istimewa dari tempat
itu? …
Scene kota Hyogo (Jepang) ? …
bukan
Taman bunga dibelakangku? …
bukan, aku seorang lelaki
ini pohon cherry yang rindang? …
mungkin, tapi bukan karena itu
Kenangan dengan kekasih ? … hey,
aku tak punya kekasih
Atau karena sekolah megah
disampingku itu? … … bukan juga
Tak ada yang istimewa … tapi aku senang berada disini … dibawah
pohon chery ini … walau aku sendiri … aku tetap merasa … bahagia …
Jarak rumahku yang cukup jauh
tak mencegahku tuk tetap kembali. Jam pulangku yang lebih pagi memberiku waktu
luang tuk melepas kejenuhanku disini, melihatmu dicendela sekolah itu. Walau
dari kejauhan … kau tetap terlihat cantik. Aku bahkan tak mengenalmu, tapi
hatiku terus memintaku tuk kembali. Dan kau sadari itu. Sesekali kau membalas
tatapanku, dan lalu berpaling. Akupun menyadari senyumanmu melukis disana.
Suatu hari kita bertemu. Tuk
pertama kalinya aku bisa melihatmu begitu dekat. Seolah senyum kecilmu itu
menyadarkanku … aku tak pernah salah tuk memilihmu. Kita saling mengenal dan
berbagi tawa, hingga seorang lelaki datang dengan ramahnya dan menyapaku.
Kupikir ia mengijinkanku tuk mengenalmu lebih dekat … tapi aku salah. Ketika ia
membawamu pergi dari hadapanku, ia menatapku begitu tajam seolah ia membenciku.
Ku sadar … ia ingin aku menjauh darimu. Melihatnya menggenggam tanganmu cukup
tuk sekedar meretakkan bagian dari hatiku. Tapi aku sadar aku siapa?. Bahkan
kau bahagia berada disampingnya.
Salahkah bila ku mencintaimu?
Aku bahkan takkan merenggutmu darinya …
Malam itu aku kembali, bukan
untuk menatapmu di cendela itu … kau bahkan tak berada disana. Sekali lagi aku
bertanya … “salahkah bila kumencintaimu?”. Bintang berhamburan diangkasa …
sesekali kunang kunang terbang remang remang seolah olah ia adalah bintang yang
jatuh mendekatiku.
Tadinya aku merasa sendiri,
namun tidak lagi setelah aku menyadari sepasang kekasih di bangku taman itu.
Wajahnya seolah tak asing bagiku. Ia menyadari aku sedang mengamatinya dan
menoleh padaku. Ya, aku tak mengenalnya … tapi aku tahu ia siapa …
Kucoba tuk menceritakannya
padamu, kau bilang … “dia tak seperti itu” … mengapa kau berbalik marah
padaku?. Ya, aku berbohong tuk mengaku aku salah dan kata maaf palsu itu. Aku
takkan memaafkan diriku sendiri bila membuat selaput bening itu terhempas
menjadi tetesan kristal bening. Kuraih tanganmu dan menjatuhkanmu dalam
pelukanku. Sekali lagi sebuah kata maaf palsu itu terlontar dari mulutku. Mungkin
aku tak bisa membuatmu menyadari kenyataan, tapi setidaknya aku bisa membuatmu
merasakan ketenangan.
Setelah hari itu, sulit bagiku
tuk menemukanmu. Bahkan di balik cendela itu bukan sosokmu lagi. Sebesar itukah
kesalahanku hingga kau membuat sekat diantara kita? Salahkah aku bila
mengatakan kenyataan padamu?
Terkadang aku menangkapimu bersamanya
dikeramaian. Bagaimana bisa ia melakukan itu padamu. Dengan senyum palsunya ia
menyentuh rambut dan pipimu. Namun dalam dirinya, ia memikirkan wanita
lain, bagaimana bisa hatinya terbelah
tuk banyak wanita dalam satu saat. Benarkah ia mencintaimu?. Ia menyadari aku
disana dan lalu membawamu pergi ketempat yang tak tergapai oleh pandanganku.
Mengapa? Ia takut aku menghancurkan kencan kalian? Aku takkan melakukan itu …
aku bukan orang seperti itu. Mungkin aku akan membiarkan orang yang kucintai
berbahagia diatas air mataku.
Tuk kesekian kalinya, aku
mendapati kekasihmu itu bersama kekasihnya yang lain. Aku selalu ingin
menceritakannya padamu, tapi aku tahu. Aku hanya akan mengundang tangismu.
Bahkan kau lebih memilihnya dari pada kenyataan. Kau tak pernah mengerti apa
yang ia lakukan dibelakangmu, atau memang kau tak ingin mengerti. Aku benci
ketidak tahuanmu, tapi aku hanya dapat membiarkan waktu mengalir apa adanya…
Disuatu malam yang sunyi, seolah
olah aku melihatmu di ayunan taman kota. Kuberanikan diriku tuk mendekat dan
itu memang dirimu. Kau coba tuk menyembunyikan wajahmu yang sayup itu. Kau
pernah melakukan hal yang sama untuk alasan yang sama. Lelaki itu …
Namun kali ini … aku mencoba menenangkanmu.
Izinkan aku mengusap air matamu, namun kau menghempasnya. Kau bilang … “aku
baik baik saja, pergilah …”. Aku menyadari arti ucapanmu itu.
“ mengapa kau berbohong? Air mata takkan
mengubah apapun …” kau berhenti menyembunykan wajahmu dan kembali menatapku.
“mengapa kau buang air matamu tuk lelaki
sepertinya? Sampai kapan kau akan menangis seperti orang bodoh?”
Kau bangkit dan mengucapkan kata yang selalu
kudengar dari pembela’anmu …
“ia tak seperti itu …”
Kali ini sulit tuk mengulangi kebohonganku,
kurasa sudah cukup kau tersakiti. Sampai kapan ia akan membuang cinta yang kau
berikan dengan tulus?
“lalu untuk apa kau menangis? Bila ia memang
baik untukmu … mengapa ia tega membuatmu menangis tuk berulang kali? mengapa ia
mau membuat orang yang ia cintai menangis?”
Kau terdiam tuk sesaat, menatapku dan lalu
merunduk …
“cinta itu buta …”
Kali ini aku tahu, sesungguhnya kau menyadari
kenyataan … namun mengapa kau terus mengabaikannya? Mengapa harus diteruskan
bila tak membuatmu bahagia?. Ya … aku tahu cinta itu buta, dan kau terbutakan
oleh cinta yang bahkan tak kau milikki. Aku tak tahu harus bagaimana … bahkan
sayangku tak cukup tuk menggantikannya. Aku meraihmu dan mencoba menenangkanmu
dalam pelukanku.
“kau tahu ia bukan lelaki terakhir dimuka bumi
ini …”
Ia menatap mataku dan mengatakannya perlahan …
“tapi aku tak bisa meninggalkannya”
“kamu takkan mengerti apa yang akan terjadi
sebelum kamu mencoba, semua butuh waktu”
Aku tahu aku berhasil membuatmu lebih tenang
dengan sepetik senyum kecil yang sudah lama kurindu itu.
Sehari setelah itu, kudapati kau sendiri
dibawah pohon chery. Bukankah seharusnya kau bersama kekasihmu itu …?. Namun
aku takkan bertanya sebelum kau cerita, dan pada akhirnya … kau mengatakannya …
“hubungan kami sudah berakhir …”
Sepetik kata itu mengundang kedamaian dihatiku.
Ku tahu pada saat yang tepat, kau akan
menyadarinya …
Hari itu telah lama berlalu, dan hingga hari
ini kita masih tetap bersama walau hubungan kita sebatas teman. Ku tak pernah
mengungkapkan perasaan itu hingga kini. Karena ku tahu. Walau aku selalu ada disampingmu,
mendengarkan setiap ceritamu dengan baik walau terkadang hatiku terluka dan kau
tak menyadarinya. Tetap bukan namaku yang ada dihatimu. Lelaki itu sudah
menghilang dari kehidupanmu, namun masih mendiami hatimu …
Bahkan kau masih mencintainya ketika ia tak
mengingatmu …
Sesekali kau bercerita tentang sosoknya kini
dan kau terlihat bahagia. Tidakkah ada sesuatu yang mengganjal dihatimu
tentangnya dimasa lalu. Mengapa masa lalu yang kelam terasa begitu indah
bagimu. Apakah kau menyembunyikan sesuatu dariku?. Ingin sekali ku mengatakan
“tolong berhentilah bercerita tentangnya …”. Namun selalu kubungkam keinginanku
itu. Kuhanya tersenyum dan mendengarkannya dengan baik, walau hatiku meronta
kesakitan.
Mungkin kau butuh waktu untuk melupakan
sosoknya yang begitu kau cintai dimasa lalu. tidakkah kau sadari perasaaku?
Atau kau memang berpura-pura tak peduli? Aku masih disampingmu, dan selalu
disampingmu. Walau aku tak pernah tahu sampai kapan hatiku sanggup bertahan.
Aku masih disini … disampingmu … bahkan ketika
kau lebih memilih tuk mencintai lelaki lain. Apakah aku juga terbutakan oleh
cintamu? Apakah aku telah melakukan suatu hal yang gila tuk mendapatkanmu?
Tidak. Aku hanya mencoba tuk bertahan, mungkin semua butuh waktu, waktu bagimu
tuk menyadari perasaanku, tapi sampai kapan? Apakah selama ini kau menganggapku
sekedar teman? Mengapa kau selalu bungkam?
Seseorang pernah mengatakan padaku. Bintang
yang paling terang adalah bintang yang paling cepat mati …
Kau bagaikan bintang dimataku, yang paling terang
bagiku. Namun kapan cintaku akan mati?
Mengapa cintaku tetap ada bila ku tak pernah
tercipta tuk memilikinya?
Haruskah aku menunggu … *lagi?