aku harus tau dimana letak suatu nada dengan perasaan. harus dilakukan dengan latihan terus menerus sehingga jari - jariku dapat secara otomatis menekan nada yang kuinginkan. atau aku lebih terbiasa mengenalnya ingatan otot. telingaku sudah terlatih tuk mendengar nada nada sumbang walau sedikit saja, itulah hal yang harus aku pelajari sebagi seorang ahli. ini tak mudah seperti kelihatannya, hanya menggesek ? tak juga. namun aku sudah sekawan dengan alat yang satu ini selama 4 tahun. waktu yang cukup lama,namun terbalas dengan terpilihnya di berbagai lomba dan pulang membawa buah terindah. "yahh... gua gitu ... ga mungkin ada yang bisa ngalahin" Ujarku dalam hati kecilku. Dalam perjalanan menuju rumah keduaku dimana aku tumbuh bersama sebatang kayu terbentuk yang dapat menghasilkan musik yang di segani seluruh halayak. Senar terkait dari ujung ke ujung dan pagi ini aku siap tuh menggeseknya tuk hasilkan nada yang terikat menjadi harmoni yang menenangkan jiwa.
pagi ini memang semangatku segar membara. setelah kemarin tuk kesekian kalinya aku membawa piala emas melumpuhkan semua lawanku yang memang mukanya tak asing lagi bagiku. hampir mereka semua mengenalku, karena aku sudah terbiasa ada di sini dan merebut piala terbaik. terkadang ketika mereka melihat kehadiranku, seakan akan aku merenggut semangatnya. "hahaha ... memang akulah yang terbaik"
ketika aku tiba, teman temanku sedang berlatih, sonia salah seorang teman terbaikku datang dan menghampiriku, "ehh ... selamat yahh kemarin. pialanya nambah lagi deh " ujarnya, "sama - sama, tenang ajah kalo aku yang berangkat pulang pasti bawa piala kok. " ketika itu ku lihat teman2 berkerumun mempraktekkan senada yang pernah ku tampilkan sebelumnya, "ngapain sih mereka ?" tanyaku pada Sonia, "ohh itu ... latian buat next week" jawabnya dengan tenang, " ada apa ?", "kompetisi tuh ... " jawab sonia. dari kerumunan itu, salah seorang temanku yang masih orang awam memanggilku, "Heii,, Yuii ... ikutan yukk ", panggil Violet, "gak'ah ... ga usah latianoun aku pasti bisa membawa pulang piala terbaik, tenanga ajah. " Ujarku denga yakin, "yakin loh Yu ?" tanya sonia.*"Yakinlah ... ga percaya loh ?,, liat aja nanti " jawabku.
ketika kelaspun di mulai, Sonia yang duduk sebangku dengaku membisikkan sesuatu, "yakin loe bisa bawa piala di kompetensi nanti ?" tanya Sonia, "ihh... lo ragu ma gua?" tanayku sambil kecewa padanya, " yahh bukan gitu juga sihh ... tapi ada yang ngganjel nih kayaknya ..." ujar sonia, "appa?" tanyaku penasaran. "ada anak baru, denger-denger dia pindahan dari luar..." Jawab sonia, "sapa namanya ?" ," Violetteee..." ketika Sonia belum selesai mengucap namanya, tiba - tiba pintu terbuka, udara meniupnya perlahan, menyambut kehadirannya di kelas ini. wajahnya asing bagiku, dengat kulit putihnya yang terlihat danagt termanjakan, jidungnya yang mancung sungguh membentuk wajahnya yang ku akui ternilai catiknya. serta rambutnya yang pirang dihiasi sebuah jepit bunga yang sangat cute denagn warna merah merona. ia sangat stylis, bagai seorang puteri yang nyasar ke kelas Biola.
"apa gua bilang ,, katanya dia juga hebat" ujar Sonia, Sejenak aku berfikir, "ahh... gua gak akan terkalahkan, paling paling dia juga kelas Teri " ujarku begitu yakin, manis di mulut namun pahit di hati, karena ternyata kehadirannya sanggup menggoncangkan keyakinanku. hampir setiap hari aku disini, bertemu dengannya dan elihat wajahnya yang selalu sukses membuat aku sebal, ia selalu saja mencuri pujian dari Kak Rachel (guru biolaku), seakan akan kak Rachel kini tak mengenalku.
Hujan turun begitu deras, sambil menyeduh segelas coklat hangat aku menanti kehadiran Sonia yang memintaku menunggunya disini untuk menemaninya mencari sebuah kado untuk ibunya yang tak lama lagi umurnya genap 46 tahun. cukup lama aku menunggu, ku fikir mungkin ia terhalang hujang yang kian waktu kian deras, dan ketika ia tiba, yang ku lihat, ia malah berjalan bersama si ikan teri itu...dan berpisah di depan cave tempat kami bertemu. "ehh ...Yu, sorri yah telat" ujar Sonia, "lohh ngapain sama si ikan teri itu ?"tanyaku pinta penjelasan padanya, "engga, tadi gua ga bwa payung, ga nyangka kalo bakal hujan sederas ini, terus tadi di jalan ktemu sama Violet, loman banget dia, dia ajak bareng ... yag boleh boleh aja. " Jawabnya sambil duduk dan memsan segelas seduhan yang sama denganku. "ehh ... loe tau gak ?" seru sonia, "apa?" tanyaku, "Violet tuh ternyata seru kok, kemarin gua di anter pulang, terus gua juga di teraktir di cave favorit kita itu loh, gua juga sempet di ajak ke rumahnya... gedhe banget, dia punya banyak koleksi lagu - lagu, biola biola, ga salah kalo dia pinter maen bi... " belum usai dia tutup mulutnya, aku memutus pembicaraanya, "udah - udah, sampe kapan loe terus bangga banggain dia, masih inget loe ma aku? ... norak banget sih, pertama kali yah naek mobil, pertama kali yah di traktir, pertamakali yah loe ke rumah mewah ... loekan udah sering ke rumah gue, kurnag mewah apa ?" Ujarku sambil beranjak pergi meninggalkannya. lalu ia menggapai tanganku, " iyyah sorri - sorri, ga akan gua ulangin lagi ... gua cuma pengen kalian berteman, kalian itu hebat, bakal lebih hebat lagi kalo bisa bergabung ..." ku hempaskan tangannya denagn penuh kecewa dan emosi menggumpal mejadi satu dalam hatiku, "gua ga akan pernah kenal sama si ikan teri itu, gua ahli, dia masih orang awam ... dia cuma kelas teri, jangan loe samakan gua sama dia, karena salah satu dari kita pasti akan gugur... dan dia orangnya !" hentakku dengan kesal padannya dan meninggalkannya pergi bernajak melewati pntu cave itu. "buat apa sih loe bagus2in dia di depan gue, panas tau telingaku !" ucapku dalam hati.
sejak hari itu, bangku di sampingku selalu kosong, hampa... berkali kali sonia berusaha meminta maav padaku. namun aku tak menerimanya ... aku muak dengan anak yang bernama violet, malahan sekarang sonia sering2 bareng ma dia. " ga cuma perhatiannya kak. Rachel, temen - temen, and skarang Sonia ... Maniac banget sih loe !"
semakin hari semakin aku lihat perkembangannya, dia bukan ahli lagi. tapi dia pro. hingga tiba saatnya kompetisi. kalii ini aku harus benar2 bisa membawa pulang piala, krena mama dan ayah datang menyaksikanku. namun ketika itu aku lihat Violet dengan persiapannyayang sungguh matang. sehingga melahirkan sebauh pikiran gila di otakku. krena kompetisi segera dimulai dalam 10 menit lagi, segera ku menarik Violet ke ruangan koson di belakang gedung, aku yakin ini ruangan yang aman untuk mengurungnya. rencanaku berjalan dengan lancar, namanya dipanggil berulang kali, namun ia tak juga mnampakkan diri. hingga akhirnya juri memutuskan untuk diskualifikasi. begitu puas aku saat tu, piala terbaik berhasil ku miliki. namun bisikan setan itu membawaku aka karma yang menunggu di ujungpenantianku.
mungkin ayah yang terlalu seru berbincang bincang dnganku di mobil hingga ia lalai akan sebuah trukyang menghadangnya di depan. sungguh moment yang sangat menggerikan.
ketika ku dengar suara tawa ayah menghilang dlam sekejap, suar ajeritan ibu mengiringi detak jantungku yang begitu cepat dan ku dengar suara benturan yang amatkeras, entah selanjutnya aku sudah tak tau lagi apa yang terjadi. ketika kubuka mataku, hanya ada bibi Uni yang sedang duduk mendampingiku berbaring. matanya tak henti hentinya meneteskan air maat yang beriringkan kesedihan yang begitu mendalam. "bibi Uni kenapa ?" tanyaku sambil berusaha bangun, namun sepertinya selimut ini meyembunyikan sesuatu, kurasakan tangan kananku dingin sehingga aku gagal tuk bangun dan hampir jatuh terguling namun bibi Uni menolongku. yang ku rasakan tanganku dingin dari ujung sampai dengan lengan, aku bahkan tak merasakan jika jari jariku masih ada tergnatung di sana... "Bi... tanganku, kok ga kerasa ?" tanyaku pada bibi uni, bibi tak mengucapkan sepetik katapun semenjak aku siuman. kurasa kataku hanya membuat tangisannya semakin deras. dan ketika aku mencoba mengintip, akulebih berharap hari itu adalah ujung hayatku. pupus sudah masa depanku. mau jadi apa aku dikala nanti dewasa ?, masa depanku terlaham oleh keserakahanku sendiri. tubuhku gemetar mengeluarkan keringan dingin, dan dalam sekejab tak teras mataku meneteskan air mata yang begitu dalam, "bi... bibi... mana tanganku,, mana ?? bagaimana aku bisa bermain biola jika aku sperti ini ? bibi, jawab ku !" hentakku kebingungan, semua suasana bercampur menjadi satu dalam lubuk hati ini. "adek, ma..." sesungguhnya ia blum berhenti bicara, namun pelan pelan suaranya mulai menghilang dari telingaku, bahkan aku tak mendengar suaraku sendiri. Tidak... masa depanku benar benar hancur.
pintu itu terbuka, masuklah seorang dokter dan ketika ia melihat kami, ia terjerumus dalam suasana duka. bibi datang menghampirinya dan berbincang bincang entah apa. yang kulihat tangisannya semakin menjadi - jadi. lalu aku ingat dengan mama dan ayah, kuras aku tau apa yang mereka bincangkan. aku sungguh lemah saat itu. penyesalan yang sungguh besar. dan aku hanya sanggup berbaring. terasa dari kakiku dingin hingga keatas, aku hanay dapat menatapnya sambil meneteskan air mata.
Jendela besar terpampang di kamarku, menggambarkanku pada keindahan dunia yang memusan langsung gemerlap pernak pernik kota, lampunya yang menghiasi serta bintang malam yang bertaburan di angkasa luas. yang sanggup kulakukan adalah menatap keluar dunia, dulu akulah bintang disana, memadukan nada, menrima sorak gembira dari mereka semua. namun kini aku apa, tak lebih dari sebatang bambu. aku hanya sanggup menatapnya. jangankan memainkannya... menyentuhnya dengan kedua tangan saja tak sanggup bahkan aku mulai lupa dengan nada nada yang dulu pernah kumainkan. hidupku sudah sunyi.
Walau sesungguhnya bukan ini yang ku harapkan.
0 komentar:
Posting Komentar