Embun pagi masih membasahi pepohonan, aku bergegas membawa tasku menaiki sepeda kayuh seperti hari kemarin. Mungkin aku yang terlalu bersemangat hingga lupa waktu. Ini masih terlalu pagi, terlihat dari lingkungan sekolah yang masih sepi. Tak terasa dinginnya hingga menyentuh tulang, ternyata ini masih pukul 05.30. mau gimana lagi, mengayuh sepeda sejauh 3 km cukup membuatku lelah walau sudah kujalani selama 1 tahun semenjak aku menjadi murid baru di sekolah ini. kelasku tampak dari kantin, dan ketika itu, ku lihat anak yang duduk di sana sedang melihat luka di kakinya yang tidak ia obati. Aku ngeri lihat darah, lama lama gak tahan liat lukanya. Ku perhatikan, ternyata itu Rendy, five handsome men in the school. Teman sekelasku setahun yang lalu.
“kenapa tuh ?” tanyaku sambil menunjuk lukanya, “tadi jatuh dari sepeda.” Ujarnya sambil menoleh ke arahku. “hah kok bisa ?”, “yya bisa.. nih buktinya “ jawabnya sekali lagi. “nih, aku bawa hansaplas” sambil memberikan hansaplas dari sakuku dan ia mengambilnya, “thanks yyah ..” “uyee”.
Kalau padi makin tua makin merunduk, tapi kalo pelajar semakin siang semakin mengantuk hahaha … apa saja.bel pulang sekolah sudah berbunyi. Kulihat Rendy menggandeng sepeda fixie birunya berdiri di depan gerbang sekolah. Ku sengaja ingin melewatinya tanpa menyapa, tapi tiba – tiba dia menghadangku. “ apa sihh ..” tanyaku reflex,” maav maav, aku Cuma mau bilang makasih hansaplasnya” ujarnya mengenaskan :d. “hehe.. iyyah2, masih sakit yah ?” tanyaku padanya “udah engga kok, ketahan sama hansaplas, oo iyyah, bareng yuk.. aku sendirian nih..” tawarnya malu – malu. “enggak ahh.. ntar dikira apa lagi ..” ujarku menolak. “ yaudah kalo gamau, gapapa wezt, laen kali ajah” jawabnya. Ku tinggal dia di pintu gerbang itu sendirian.
Ketika sinar sang fajar mulai bersembunyi dibalik sisi dunia yang lain, ternyata ada yang menyaksikan perbincanganku dengan Rendy. Terbukti dengan sepetik pesan yang dikirimkan Alva, Alva adalah teman SDku dulu, dia mantan Rendy yang sepertinya masih nyimpen rasa sama Rendy. Yyah gitu dehh..
A :”ehh.. lo ngapain ma rendy?”
Aq :” ngapain apa ?”
A : “tadi pagi pulang sekolah, lupa lo ?”
Aq :” ohh.. ga ngapain2”
A :” masa cee ? jangan2…”
Aq :” jangan2 ap?”
A ; “ lo jadian ma …”
Aq :” ihh amit2 aku jadian ama Rendy..”
A : “ beneran.. masa cih ?”
Aq : “beneran ..”
A : “ beneran ? awas loh kalo sampe ada kabar”
Aq : “kalopun aku pacaran ma dia, paling2 juga Cuma bertahan 24 jam, ogah gue”
A : “haha..”
Tak lama zmz Alva berlalu, Rendy juga mengirimkanku sepetik pesan.
R : “hey”
Aq :” what ?”
R : “ thanks thanks “
Aq :”apa ?”
R : “hansaplasnya.. J”
Aq :” Oo.. ok2”
R : “ gy apa ?”
Aq :”zmz.an gini..”
R : “Oo.. slaen tu ?”
Aq :” ada dehh..”
R : “yahh.. ga boleh tau”
Aq :” jarang banget kamu zmz, ada apa ?”
R : “yyah gapapa, ksepian ajah..”
Aq :”Oo,, gitu”
R : “apa lagi kalo pulang, sepii…, bareng yuk ..”
Aq :”ahh ogah, ntar dikira apa2 lagii “
R : “yaweztlah, “
Aq :”besok semangatyah basketnya ngelawan tetangga sebelah ..”
R : “ok2 , jangan semangat ajah dong ..”
Aq :” ap?”
R : “ ntar kalo aku bisa masukin bola, kamu pulangnya bareng yah, kan buat sekolah”
Aq :“oke dehh, paling2 juga yang masukin Firman :p”
R :” liat ajah besok”
Begitu yakinnya aku kalau Firman pasti yang masukin, secara dia andalannya. hingga lomba baske itu tiba, ternyata kenyataan berkata lain. Rendy berhasil menjebol ring lawan mencapai nilai 8 -0. dan 4 diantaranya Rendy yang memasukkan. Gak mungkin aku ingkari janji. Okelah hari itu aku pulang bareng sama Rendy. Ga kerasa cepet banget. Ternyata dia seru, perjalanan pulangku diiringi canda tawa sama Rendy. Sejak saat itu, aku kenal ma rendy lebih dari biasanya, dia temen barengan pulang sekolah. Asyik asyik .
Cinta tumbuh karena terbiasa, ok.. ku akui. Aku jatuh cinta. Kurasa dia juga merasakan hal yang sama, hingga akhirnya ia menyatakan cintanya padaku pukul 06.00. Begitu senang rasanya hatiku pagi itu, tanpa basa basi ku terima dia tuk ada di sampingku. Ketika ku hendak berangkat, ternyata dia sudah menantiku di gang biasanya aku berangkat sekolah. Canda tawa tak lepas dari kenangan yang indah pagi itu. Ia selalu bisa membuatku tertawa. Kelas kita berbeda, ia mengantarkanku ke kelas, teman temanku menyoraki kami, aku yang begitu malu berlari menuju bangku dan menutupi wajahku dengan tasku dan Rendy langsung meninggalkan tempat. Sepertinya Alva tak begitu senang, terlihat wajahnya yang berekspresi begitu pahit.
Ketika istirahat, Rendy berdiri dekat tangga yang tak jauh dari kelasku. Ia memanggilku, “makan ini” ia membelikanku sepotong kue brownis kesukaanku, “waw brownies, tapi.. aku mau beli jajan” ujarku mengeluh, “jangan.. nanti radangmu sakit lagi, kan baru sehat”. “iiyawezt. “ ku tinggal ia ke kelas, dan kulihat ia masih tetap disana. Bel masuk berbunyi, ini waktunya pelajaran Biologi, ternyata benar alva marah padaku. Ketika aku mengambil buku Bio di perpus, ia merebutnya. Terjadi pertengkaran disana, sampai bu Biologi juga terlibat. Ia terlihat begitu kesal padaku.
Bel pulang berbunyi. Biasanya Rendy sudah menungguku di gerbang sekolah, tapi kutunggu sampai sekolahan mulai sepi ia tak juga datang. Kuputuskan untuk mencarinya, ternyata ia di lobby. Dan ternyata ia tak sendirian, seorang menggandeng tangannya.
Ku mengenali suara itu, benar aku mengenalinya. Nama itu muncul dalam ingatanku dan mengejutkanku, sudah pasti itu Alva. Ia menggandeng tanganmu, melihatnya cukup membuat hatiku hancur .aku hanya dapat menatapnya dan terdiam membisu, seuntaikata takkan sanggup menggambarkan perih yang ku rasa. Dan tanpa tersadar setetes air mata telah menjadi saksi bisu kejadian sore itu. Ia menyadari aku disana, lalu menghempaskan genggamannya dan berlari mendekatiku . tapi aku tak tahan lagi. Dan Berlari meninggalkannya. Ia berhasil menggapai tanganku ketika aku di sisi jalan, ia coba berbicara, tapi tak ku dengarkan. Aku terus mencoba tuk melepaskan tangannya, sampai akhirnya aku terjatuh ke jalan raya. Sepeda ninja hijau membunyikan belnya tak begitu jauh dari penglihatanku. Rendy menggapai tanganku, menarikku, dan memelukku. Ia hanya menatapku, namun reflexku terlalu cepat, ku dorong badannya hingga ia terjatuh. Lalu ia berdiri dan mencoba bicara namun aku selalu memotong, karena kusadari rasa sakit ini terlalu dalam. Semakin aku mendekat, ia semakin mundur hingga tak tersadar menginjak jalan raya. Aku terlalu sibuk pada pembelaanku hingga tak memeprhatikan di sekitarku, Tiba tiba mobil van hitam menambraknya. Kata kataku terdiam sejenak. Badanku seketika terdiam kaku, rasanya hatiku menghilang. Air mataku menetes semakin deras. Ku berlari mendekatinya.
Darah berceceran dimana mana, ia terdiam kaku. “Rendy, Ren.. jawab aku …” ia buka matanya ,tersenyum, dan tertawa “kamu kok malah ketawa sehh ..”, “maav yah aku udah bikin kamu khawatir, maav udah bikin kamu kecewa, maav udah bikin kamu tersakiti, maav aku gak bisa jadi yang terbaik buat kamu, maav.. tapi aku gak akan ulangi lagi kok, aku gak akan ulangi lagi …” ujarnya menyentuh hatiku,” diamo, jangan ngomong lagi diamo…” ia mengusap air mataku “maav.. tadi aku Cuma mau bilang ke Alva buat jagain kamu, maav kalo sampe bikin kamu salah paham, tapi aku Cuma pingin kamu ngerti. Dalam hati kecil ini Cuma ada kamu kok ..’
Orang orang bergerombol mendekatinya, supir van hitam itu hanya dapat menyaksikannya, ku rasa hatinya berdebar debar. Tak ku sangka rasa sesal yang sangat dalam akan ku pendam. Menciptakan rasa luka yang semakin dalam.. Alva ikut dalam perjalanan menuju RS terdekat. Kami beserta orang tua Rendy menyaksikan kepergiannya, dalam nafas terakhirnya ia menatap semua wajah disana. Hingga akhirnya ia berhenti menatap dan menutup matanya tepat pukul 18.00. Tangis haru menguasai suasana dalam ruangan saat itu. mawar hitam kusertakan bersamanya. “Rendy nitip ini ke aku siang itu, maav yah “ Alva memberiku sebuah kalung bergambarkan bolabasket, itu adalah kalung keberuntungan Rendy. Semakin menambah rasa sesalku, maav aku tak mendengarkan kata katamu. Ku rasa ku makan omonganku sendiri. 24 jam terkhir.. kau berikan untukku. Maav..
@just.a Story
1 komentar:
at: Rabu, 26 Desember 2012 pukul 01.16.00 PST mengatakan...
sumpah bagus :D
Posting Komentar